Penderitaan dialami penduduk Indonesia akibat penjajahan Belanda dikritisi oleh kaum humanis Belanda, di antaranya Baron van Houvell, Edward Douwes Dekker, dan Van Deventer. Mereka ini mengkritik pemerintahan Belanda yang hanya mementingkan kekayaan sendiri tanpa memperhatikan penderitaan negara jajahannya pada Belanda telah memperoleh banyak keuntungan dari negara jajahan.
Van Deventer pada 1899 memaparkan gagasannya tentang utang budi, yakni utang yang harus dibayar untuk menjaga kehormatan. Dalam hal ini Belanda berutang budi kepada Indonesia yang telah memberikan keuntungan yang sangat besar. Sebagai pembalasannya, Belanda harus membantu Hindia Belanda menyehatkan, mencerdaskan, dan memakmurkan rakyatnya. Menurut Van Deventer ada 3 cara untuk itu;
Pada awalnya, pemerintah Belanda tidak langsung menerima gagasan van Deventer, namun karena desakan dari berbagai pihak secara lambat laun dijalankan juga. Tapi, pada pelaksanaan politik etis banyak terjadi penyimpangan;
Van Deventer pada 1899 memaparkan gagasannya tentang utang budi, yakni utang yang harus dibayar untuk menjaga kehormatan. Dalam hal ini Belanda berutang budi kepada Indonesia yang telah memberikan keuntungan yang sangat besar. Sebagai pembalasannya, Belanda harus membantu Hindia Belanda menyehatkan, mencerdaskan, dan memakmurkan rakyatnya. Menurut Van Deventer ada 3 cara untuk itu;
- Memajukan irigasi, yakni dengan membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian.
- Memajukan emigrasi dengan mengajak penduduk untuk transmigrasi
- Memajukan edukasi dengan memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan
Pada awalnya, pemerintah Belanda tidak langsung menerima gagasan van Deventer, namun karena desakan dari berbagai pihak secara lambat laun dijalankan juga. Tapi, pada pelaksanaan politik etis banyak terjadi penyimpangan;
- Pengairan / irigasi tidak ditujukan untuk pengairan sawah dan ladang rakyat, namun perkebunan dan pabrik-pabrik milik Belanda atau swasta asing.
- Emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. Pelaksanaan emigrasi bukan untuk memberikan penghidupan yang layak, melainkan hanya untuk membuka hutan-hutan baru bagi kebutuhan perkebunan dan perusahaan asing.
- Pendidikan / edukasi dilaksanakan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendahan.
- Meskipun hasil politik Etis lebih diarahkan untuk kepentingan Kolonial Belanda, sebagian rakyat Indonesia memperoleh beberapa manfaat. Dengan politik itu, sebagian pemuda Indonesia mempunyai kesempatan terbatas untuk mengeyam pendidikan. Politik ini memungkinkan munculnya kaum terpelajar. Kaum terpelajar adalah anak pribumi yang memanfaatkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan Barat. Hasil pendidikan itu mendorong para golongan terpelajar pada 1908, untuk mampu mempelopori munculnya pergerakan nasional di Indonesia.